Assalamu 'Alaikum Wr.Wb.

Kamalul-Islam (Kesempurnaan Islam)

"Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamu." (Al-Ma'idah)

Selasa, 22 Mei 2012

Kewajiban Menuntut Ilmu (bagian 3)

Sedangkan yang termasuk fardhu kifayah adalah setiap ilmu yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup di dunia, seperti ilmu kedokteran. Sebab ilmu ini sangat penting dan diperlukan untuk menjaga kesehatan badan. Begitu pula ilmu hitung, yang sangat dibutuhkan untuk membagi harta warisan, wasiat, hitungan jual-beli dan lain-lainnya. Jika penduduk suatu negeri tidak ada yang mempelajari dan menguasai ilmu-ilmu semacam ini, maka mereka semua adalah orang-orang yang berdosa. Tapi jika sudah ada seseorang atau dua orang yang menguasainya, maka kewajiban menjadi gugur bagi yang lain.

Jika kita katakan, ilmu kedokteran dan ilmu hitung termasuk fardhu kifayah, maka tidak heran jika kita katakan bahwa dasar-dasar ilmu keterampilan juga termasuk fardhu kifayah, seperti ilmu pertanian, jahit-menjahit, bahkan juga termasuk ilmu membekam, tentu banyak di antara mereka yang binasa. Sesungguhnya yang menurunkan penyakit, juga menurunka obatnya, lalu memberi petunjuk cara penggunaannya.

Sedangkan pendalaman lebih jauh dalam ilmu hitung dan spesialisasi dalam ilmu kedokteran, maka ini termasuk keutamaan, karena memang hal ini juga dibutuhkan. Adakalanya sebagian ilmu hukumnya mubah, seperti ilmu sya'ir yang tidak melemahkan pikiran, ilmu sejarah dan lain-lainnya. Adakalanya sebagian ilmu itu tercela, seperti ilmu sihir, sulap, dan ilmu untuk memalsu. Sedangkan ilmu syar'iyah, semuanya adalah terpuji.

Kewajiban Menuntut Ilmu (bagian 3)

Sedangkan yang termasuk fardhu kifayah adalah setiap ilmu yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup di dunia, seperti ilmu kedokteran. Sebab ilmu ini sangat penting dan diperlukan untuk menjaga kesehatan badan. Begitu pula ilmu hitung, yang sangat dibutuhkan untuk membagi harta warisan, wasiat, hitungan jual-beli dan lain-lainnya. Jika penduduk suatu negeri tidak ada yang mempelajari dan menguasai ilmu-ilmu semacam ini, maka mereka semua adalah orang-orang yang berdosa. Tapi jika sudah ada seseorang atau dua orang yang menguasainya, maka kewajiban menjadi gugur bagi yang lain.

Jika kita katakan, ilmu kedokteran dan ilmu hitung termasuk fardhu kifayah, maka tidak heran jika kita katakan bahwa dasar-dasar ilmu keterampilan juga termasuk fardhu kifayah, seperti ilmu pertanian, jahit-menjahit, bahkan juga termasuk ilmu membekam, tentu banyak di antara mereka yang binasa. Sesungguhnya yang menurunkan penyakit, juga menurunka obatnya, lalu memberi petunjuk cara penggunaannya.

Sedangkan pendalaman lebih jauh dalam ilmu hitung dan spesialisasi dalam ilmu kedokteran, maka ini termasuk keutamaan, karena memang hal ini juga dibutuhkan. Adakalanya sebagian ilmu hukumnya mubah, seperti ilmu sya'ir yang tidak melemahkan pikiran, ilmu sejarah dan lain-lainnya. Adakalanya sebagian ilmu itu tercela, seperti ilmu sihir, sulap, dan ilmu untuk memalsu. Sedangkan ilmu syar'iyah, semuanya adalah terpuji.

Sabtu, 19 Mei 2012

Kewajiban Menuntut Ilmu (bagian 2)

Adapun ilmu-ilmu yang sudah diwajibkan Allah, adalah seperti: Jika seseorang sudah waktunya untuk mendirikan shalat, maka dia harus mempelajari cara bersuci dan shalat. Jika tiba bulan Ramadhan, dia harus mempelajari puasa. Jika dia sudah mempunyai harta benda dan waktunya sudah mencapai satu tahun, maka dia harus mempelajari masalaha zakat. Jika tiba musim haji dan memungkinkan baginya untuk pergi berhaji, maka dia harus mempelajari manasik haji dan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan haji.

Tentang hal-hal yang harus ditinggalkan, maka tergantung kondisinya. Sebab tidak mungkin orang buta bisa mempelajari apa yang tidak mungkin dia lihat, dan orang bisu tidak mungkin bisa mengucapkan apa yan memang tidak bisa dia ucapkan. Jika di suatu negara ada kebiasaan minum khamer dan mengenakan kedua sutra, maka dia wajib mengetahui pengharaman dua hal ini.

Tentang keyakinan, maka harus diketahui dan dipelajari berdasarkan sentuhan rasa. Jika terbetik suatu perasaan yang meragukan makna-makna yang ditunjukkan dua kalimat syahadat, maka dia harus mengetahui apa yang membuatnya bisa menghilangkan keragu-raguan itu. Jika dia berada di suatu negeri yang banyak melakukan kezhaliman, maka dia harus mencari kebenaran, sebagaimana seorang pedagang yang sekitarnya menjalankan praktik riba, maka dia harus mempelajarinya bagaimana cara mewaspadai itu.

Anak yang sudah baligh itu juga harus mempelajari iman kepada hari berbangkit, surga, dan neraka.

Dilihat dari perolehannya, ilmu yang dipelajari ada yang bersifat fardhu 'ain (harus dipelajari semua kalangan tanpa terkecuali) dan fardhu kifayah (jika dipelajari sebagian kalangan, maka dianggap cukup).

Maka, dari penjelasan di atas jelaslah bahwa yang dimaksud fardhu ain adalah ilmu yang harus dicari, atau apa yang memang berkaitan dengan diri seseorang, seperti syahadat dan shalat.

Kewajiban Menuntut Ilmu (bagian 2)

Adapun ilmu-ilmu yang sudah diwajibkan Allah, adalah seperti: Jika seseorang sudah waktunya untuk mendirikan shalat, maka dia harus mempelajari cara bersuci dan shalat. Jika tiba bulan Ramadhan, dia harus mempelajari puasa. Jika dia sudah mempunyai harta benda dan waktunya sudah mencapai satu tahun, maka dia harus mempelajari masalaha zakat. Jika tiba musim haji dan memungkinkan baginya untuk pergi berhaji, maka dia harus mempelajari manasik haji dan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan haji.

Tentang hal-hal yang harus ditinggalkan, maka tergantung kondisinya. Sebab tidak mungkin orang buta bisa mempelajari apa yang tidak mungkin dia lihat, dan orang bisu tidak mungkin bisa mengucapkan apa yan memang tidak bisa dia ucapkan. Jika di suatu negara ada kebiasaan minum khamer dan mengenakan kedua sutra, maka dia wajib mengetahui pengharaman dua hal ini.

Tentang keyakinan, maka harus diketahui dan dipelajari berdasarkan sentuhan rasa. Jika terbetik suatu perasaan yang meragukan makna-makna yang ditunjukkan dua kalimat syahadat, maka dia harus mengetahui apa yang membuatnya bisa menghilangkan keragu-raguan itu. Jika dia berada di suatu negeri yang banyak melakukan kezhaliman, maka dia harus mencari kebenaran, sebagaimana seorang pedagang yang sekitarnya menjalankan praktik riba, maka dia harus mempelajarinya bagaimana cara mewaspadai itu.

Anak yang sudah baligh itu juga harus mempelajari iman kepada hari berbangkit, surga, dan neraka.

Dilihat dari perolehannya, ilmu yang dipelajari ada yang bersifat fardhu 'ain (harus dipelajari semua kalangan tanpa terkecuali) dan fardhu kifayah (jika dipelajari sebagian kalangan, maka dianggap cukup).

Maka, dari penjelasan di atas jelaslah bahwa yang dimaksud fardhu ain adalah ilmu yang harus dicari, atau apa yang memang berkaitan dengan diri seseorang, seperti syahadat dan shalat.

Kewajiban Menuntut Ilmu (bagian 1)

Rasulullah saw. bersabda,
"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim." (HR.Ahmad & Ibnu Majah)

Ibnul Jauzi berkata, "Orang-orang saling berbeda pendapat tentang ilmu yang diwajibkan ini."
Imam ghazali menjelaskan, "Perbedaan ini mencapai 20 pendapat lebih."
Kami akan coba menjelaskan beberapa saja, yang di anggap perlu diketahui.

Para fuqaha' (ahli fiqih) mengatakan, bahwa yang dimaksudkan adalah ilmu fiqih. Karena dengan ilmu ini bisa diketahui mana yang halal dan mana yang haram.
Para mufassir (ahli tafsir) dan muhaddits (ahli hadist) mengatakan, bahwa yang dimaksudkan adalah ilmu Al-Qur'an dan As-Sunnah. Karena dengan keduanya seseorang bisa mencapai semua cabang ilmu.
Orang-orang sufi mengatakan, bahwa yang dimaksudkan adalah ilmu ikhlas dan ujian-ujian jiwa.
Para mutakallim (teolog) mengatakan, bahwa yang dimaksudkan adalah teologi.
Begitu seterusnya. Masing-masing pihak mengeluarkan pernyataan yang sama sekali tidak memuaskan. Yang lebih tepat adalah ilmu mu'amalah hamba terhadap Tuhan-nya. Mu'amalah yang dibebankan disini meliputi tiga macam: Keyakinan, perbuatan, dan apa yang harus ditinggalkan.

Jadi, yang dimaksud ilmu dalam hadist di awal adalah ilmu yang wajib diketahui oleh seorang muslim yang telah mencapai usia baligh, di antaranya seperti mempelajari dua kalimat syahadat dan memahami maknanya, namun ia tidak berkewajiban dengan penelaahan dan penyertaan dalil. Cukup baginya dengan meyakini tanpa ada keraguan sedikit pun. Sebab Nabi saw. hanya meminta pembenaran dari orang-orang Arab yang bodoh, tanpa menuntut mereka untuk mempelajari dalil. Tapi yang pasti hal ini hanya dikaitkan dengan waktu alias temporal. Setelah itu dia tetap diharuskan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang diperintahkan oleh Allah.

Kewajiban Menuntut Ilmu (bagian 1)

Rasulullah saw. bersabda,
"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim." (HR.Ahmad & Ibnu Majah)

Ibnul Jauzi berkata, "Orang-orang saling berbeda pendapat tentang ilmu yang diwajibkan ini."
Imam ghazali menjelaskan, "Perbedaan ini mencapai 20 pendapat lebih."
Kami akan coba menjelaskan beberapa saja, yang di anggap perlu diketahui.

Para fuqaha' (ahli fiqih) mengatakan, bahwa yang dimaksudkan adalah ilmu fiqih. Karena dengan ilmu ini bisa diketahui mana yang halal dan mana yang haram.
Para mufassir (ahli tafsir) dan muhaddits (ahli hadist) mengatakan, bahwa yang dimaksudkan adalah ilmu Al-Qur'an dan As-Sunnah. Karena dengan keduanya seseorang bisa mencapai semua cabang ilmu.
Orang-orang sufi mengatakan, bahwa yang dimaksudkan adalah ilmu ikhlas dan ujian-ujian jiwa.
Para mutakallim (teolog) mengatakan, bahwa yang dimaksudkan adalah teologi.
Begitu seterusnya. Masing-masing pihak mengeluarkan pernyataan yang sama sekali tidak memuaskan. Yang lebih tepat adalah ilmu mu'amalah hamba terhadap Tuhan-nya. Mu'amalah yang dibebankan disini meliputi tiga macam: Keyakinan, perbuatan, dan apa yang harus ditinggalkan.

Jadi, yang dimaksud ilmu dalam hadist di awal adalah ilmu yang wajib diketahui oleh seorang muslim yang telah mencapai usia baligh, di antaranya seperti mempelajari dua kalimat syahadat dan memahami maknanya, namun ia tidak berkewajiban dengan penelaahan dan penyertaan dalil. Cukup baginya dengan meyakini tanpa ada keraguan sedikit pun. Sebab Nabi saw. hanya meminta pembenaran dari orang-orang Arab yang bodoh, tanpa menuntut mereka untuk mempelajari dalil. Tapi yang pasti hal ini hanya dikaitkan dengan waktu alias temporal. Setelah itu dia tetap diharuskan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang diperintahkan oleh Allah.

Bagi Yang Ingin Bertanya

Semoga semua artikel yang ada disini bermanfaat untuk kita semua.

Kategori (Daftar Isi)

Blog Kami Yang Lain

Postingan Populer

Pengunjung

Majelis Syubbanul Khoir. Diberdayakan oleh Blogger.